Akankah Komodo Ekonomi Indonesia Semakin Berotot?

Friday, January 25, 20130 comments

Sepanjang tahun 2012 kemarin, Indonesia telah mengukir nilai terbaik pada rapor perekonomiannya. Optimisme terhadap ekonomi di Indonesia masih tetap tinggi, meskipun sejumlah isu yang mencemaskan mulai berkembang ke permukaan.

Dari sisi fundamental ekonomi sendiri, sederet indikator terus menebarkan pesonanya. Seperti laju inflasi yang terkendali, resiko fluktuasi nilai tukar yang stabil, peningkatan cadangan devisa serta kelas menengah yang semakin bertambah.

Seperti kita ketahui, dalam sebuah tulisan pada majalah The Economist tahun lalu, Indonesia sempat disebut sebagai Komodo Economy, yaitu sebuah julukan untuk Indonesia yang memiliki arti perekonomian dengan ciri seperti binatang khas Negeri ini: berkulit tebal, dapat mengambang dipermukaan air & bereaksi cepat.
Tentunya bukan tidak dengan alasan julukan itu diberikan bagi perekonomian Negeri ini. Indonesia tentu memiliki satu ketahanan terhadap krisis dan telah melesat menjadi Negara dengan PDB US$ 1 triliun setelah kehancuran karena krisis Asia pada tahun 1997. Bahkan pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 6.4% pada 2012 - meskipun turun dari tahun sebelumnya - namun merupakan pencapaian yang tetap layak untuk diapresiasi.

Komodo ini mampu mengapung diterpa gelombang yang sedang terjadi secara global, ketergantungan Indonesia pada ekspor yang hanya sebesar 24% dari PDB, rasio hutang luar Negeri Indonesia terhadap PDB yang terus menurun hingga dibawah 25% pada tahun 2012 serta ketergantungan pada konsumsi domestik yang terus meningkat telah memberikan kekuatan atas guncangan yang timbul dari luar.

Bahkan kekuatan komodo ini semakin berotot sejak lembaga pemeringkat Fitch Ratings dan Moody's Investor Services mengukuhkan Indonesia ke dalam peringkat "Investment Grade". Ditambah lagi lembaga riset global, McKinsey Global Institute baru-baru ini memproyeksikan bahwa Indonesia bakal menjadi salah satu pilar kebangkitan Asia. Dalam riset McKinsey tersebut dikatakan bahwa Indonesia berpotensi menjadi Negara dengan perekonomian terbesar ke 7 di dunia, jauh melesat dari peringkat ke 16 saat ini. Maka tak heran jika arus modal asing terus mengalir ke Indonesia. Karena dengan negatifnya pertumbuhan Negara-negara maju saat ini, mendorong dana investor asing ke kawasan yang masih memiliki pertumbuhan positif untuk diinvestasikan.

Menurut Kepala Badan koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Chatib Basri dalam sebuah wawancaranya pada majalah Bisnis Indonesia, sepanjang 9 bulan pertama 2012 saja total investasi di Tanah Air telah mencapai Rp. 229 triliun atau naik 27% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Perlahan-lahan kontribusi investasi dalam Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat sehingga ikut menopang pertumbuhan Ekonomi Indonesia.

Kondisi inilah yang memberikan optimisme atau keyakinan kokoh bahwa modal politik dan ekonomi Indonesia cukup kuat untuk melanjutkan kinerja pertumbuhan yang menjanjikan. Namun ditengah optimisme memasuki 2013, sejumlah tantangan siap menggempur Indonesia yang akan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk segera diatasi.

Karena terlepas dari rapor hijau perekonomian Indonesia, kekhawatiran justru datang dari adanya tren membanggakan konsumsi domestik sebagai tulang punggung perekonomian dan laju pertumbuhan. Padahal menggenjot konsumsi domestik justru akan melanggengkan ketergantungan terhadap impor. Ini karena struktur industri nasional masih mengandalkan bahan modal, bahan baku serta bahan penolong dari luar Negeri. Jika tidak dapat mendorong ekspor dan mendatangkan dolar maka cadangan devisa indonesia akan terus tergerus. Memang, korelasi positif antara kenaikan investasi asing dengan impor barang bahan baku dan penolong menjadi fakta yang menarik, karena pada saat bersamaan situasi krisis global membuat Indonesia diakui sebagai pasar potensial. Namun sisi buruknya, ketergantungan terhadap impor ini akan membuat rupiah mudah tertekan.

Selain itu, sekarang ini kelompok menengah kita masih didominasi oleh konsumsi. Butuh campur tangan kebijakan yang tepat agar bisa menggesernya menjadi produksi, memacu produktifitas sehingga terjadi pergeseran orientasi dan mendorong pengembangan ekonomi berbasis produksi dan bahkan inovasi di Indonesia. Karena dengan karakter UKM yang mandiri dan bergerak luwes seperti sel, mampu mengikuti daya imbas persaingan yang semakin kompetitif dengan mengutamakan penciptaan nilai tambah. Sehingga, jika spirit inovasi dapat dibangun melalui sinergi dan dukungan kebijakan yang kuat, bukan tidak mungkin Indonesia akan bertumbuh lebih kencang lagi.

Selebihnya, pembangunan infrastruktur tidak hanya dibutuhkan secara cepat tapi juga harus secara merata. Apalagi saat ini sudah ada program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Mengingat hingga saat ini pertumbuhan didominasi di pulau jawa, maka pembangunan juga harus lebih diarahkan keluar pulau jawa sehingga dapat menarik minat investasi secara keseluruhan di Indonesia.

Terakhir yang tidak kalah penting dari semua diatas adalah birokrasi yang telah menjadi ganjalan dunia usaha dan dapat menghambat investasi yang akan masuk ke Indonesia. Seperti yang pernah dikatakan oleh Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Chairul Tanjung dalam sebuah artikel portal berita online Detik Finance bahwa "Masalah birokrasi seharusnya tidak menjadi halangan untuk mengembangkan usaha". Memang, sudah seharusnya kita banyak berkaca pada negara-negara maju yang menempatkan birokrasi sebagai nilai tambah dalam sebuah persaingan. Bukan sebuah pekerjaan yang mudah memang mengingat birokrasi yang buruk ataupun korupsi telah mendarah daging dalam administrasi Negeri ini. Tapi bukan tidak mungkin jika spirit perubahan dapat dibangun melalui sinergi dan dukungan kebijakan yang tepat.

Inilah beberapa tantangan dibalik nilai positif yang masih harus digarisbawahi oleh Pemerintah agar tetap bisa menjaga pertumbuhan ekonomi yang positif dan memenuhi target sehingga semua penilaian meyakinkan atas segala potensi ekonomi Indonesia dimasa depan bukanlah hanya sekedar buah bibir ataupun ramalan semata.



Share this article :

Post a Comment

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Enhancing the News - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Premium Blogger Template